Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari Minggu telah menetapkan Menteri Sosial Juliari Batubara ditahan KPK. Juliari Peter Batubara, pada hari Minggu menjadi tersangka dalam korupsi program bantuan sosial dalam penanganan virus corona (COVID-19). Juliari Batubara pada hari Minggu, keluar dari ruangan pemeriksaan dengan menggunakan rompi tahanan yang berwarna orange, dengan tangan yang telah diborgol. Juliari Batubara keluar dari ruangan pemeriksaan yang berada di lantai dua, tepatnya di Gedung KPK, Jakarta Selatan, pada hari Minggu.
Dalam kasus suap bansos virus corona (COVID-19), KPK sudah menetapkan adanya lima orang tersangka dalam kasus ini, sebagai penerima JPB, AW, dan juga MJS. Sebagai pemberian AIM, dan HS. “KPK menetapkan lima orang tersangka, sebagai penerima JPB (Juliari P. Batubara), AW, MJS. Sebagai pemberi HS, AIM,” ungkap Firli, pada hari Minggu, 6 Desember 2020 kemarin, dikutip dari CNN Indonesia.
Dugaan kasus suap baksos virus corona (COVID-19) ini, empat tersangka antara lainnya, yakni pejabat yang membuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso, serta Adi Wahyono, dan juga Ardian I M serta Harry Sidabukke yang sebagai selaku pihak swasta. Ketua KPK, yakni Firli Bahuri pada hari Minggu, menyampaikan bahwa penyidik KPK melakukan pemeriksaan serta pengumpulan alat bukti.
“Setelah penyidik KPK melakukan pemeriksaan serta pengumpulan alat bukti, maka penyidik menyimpulkan, JPB sudah melakukan adanya tindak pidana korupsi,” ungkap Firli Bahuri, pada hari Minggu, dikutip dari siaran langsung di channel YouTube Kompas TV. Untuk itu Juliari Batubara sendiri akan dilakukan penahan yakni selama 20 hari, mulai dari 6 Desember dari 26 Desember 2020 yang akan mendatang.
“JBP ditahan di kediaman tahanan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur,” lanjut Firli Bahari pada hari Minggu 6 Desember 2020 kemarin, dikutip dari Tribun News.com. Namun, pada saat sebelum Juliari Batubara ditahan KPK, Juliari akan dilakukan tes Covid-19 serta menjalani isolasi mandiri selama 14 hari.
Komisi Pemberantasan Korupsi sendiri menduga bahwa Menteri Sosial Juliari Batubara telah menerima jatahnya Rp 10 ribu, dari per paket sembako dengan senilai Rp. 300 ribu per paketnya tersebut. Dan setidaknya total KPK telah menduga Juliari Batubara sendiri telah menerima Rp. 8,2 miliar, serta Rp. 8,8 miliar.
“Dalam pelaksanaan bansos sembako dengan periode pertama, diduga bahwa periode diterima fee kurang lebihnya Rp. 12 Miliar dengan pembagian diberikan secara tunai, dari MJS (Matheus Joko Santoso) kepada JPB (Juliari Peter Batubara) dengan melalui AW (Adit Wahyono) dengan nilai sekitar Rp. 8,2 miliar,” ungkap Ketua KPK Firli Bahuri dalam sebuah konferensi pers sebelumnya, dikutip dari Detik News.
Mengenai kasus dugaan korupsi ini sendiri, terbongkar dengan melalui operasi tangkap tangan (OTT) terhadap enam orang tersangka tersebut. Tidak hanya itu saja, dalam operasi senyap tersebut, dari tim penindakan KPK telah mengamalkan uang dengan sekitar Rp. 14,5 miliar dengan terdiri dari pecahan dolar Amerika Serikat, rupiah, serta dolar Singapura.
Uang disimpan, di sebuah 7 koper, 3 tas ransel, serta amplop berukuran kecil yang telah disiapkan oleh Harry dan juga Ardian. Tidak hanya itu saja, ketua KPK Firli Bahri sendiri sudah mengatakan bahwa uang tersebut selanjutnya dikelolah oleh Shelvy dan juga Eko yang mana sebagai selaku orang kepercayaan Juliari Batubara, dengan membayar berbagai keperluan pribadi politikus PDIP.
Untuk itu Menteri Sosial Juliari Batubara telah tersangka, bahwa sudah melanggar Pasal 12 huruf A atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mana sudah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
KPK menetapkan bahwa Menteri Sosial Juliari Batubara tersangka dengan penerimaan suap perihal pengadaan bantuan sosial atau lebih tepatnya bansos, yang berupa sembako dalam bantuan COVID-19 yang ada di wilayah JABODETABEK. Bahkan Juliari Batubara pun diduga menerima aliran dana sebesar Rp. 17 miliar, dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan Bantuan Sosial COVID-19.