Sampai dengan Rabu, 11 November 2020, nasib pengungsi Gunung Merapi telah ditotalkan sudah ada sekitar 203 orang dari pengungsi erupsi Gunung Merapi di Kelurahan Glagaharjo, Kapanewon Cangkringan. “Sampai tadi malam pengungsi di barak pengungsian Glagaharjo ini sudah total menjadi 203 orang, setelah ada penambahan empat orang,” kata Panewu atau Camat di Cangkringan Pramono di Barak Pengungsian Glagaharjo, Yogyakarta.
Dia telah mengungkapkan, bahwa awalnya terdapat sekitar 164 orang yang tercatat sebagai warga Dusun Kalitengah Lor, Glagaharjo yang telah mengungsi, namun kini jumlahnya telah bertambah dan diperkirakan akan terus bertambah. Hingga saat ini, jumlahnya telah mencapai 185 orang. “Kemudian hari ketiga 198 dan tadi malam hari keempat sudah sampai 203 orang yang mengungsi,” katanya kembali. Berdasarkan sebuah data yang telah ia terima, kebanyakan dari penambahan pengungsi adalah orang dewasa.
Pengungsi dewasa ini sebenarnya bukan kelompok yang rentan dan diwajibkan untuk mengungsi. “Namun mereka ikut mengungsi barangkali menemani anggota keluarga nya, kakek / neneknya, menemani anaknya, atau penduduk dewasa yang merasa sangat khawatir karena punya trauma erupsi dari Gunung Merapi,” katanya. Untuk kebutuhan logistik seluruh pengungsi, kata dia, masih mencukupi dan tidak kekurangan apapun. “Tadi sudah kami cek untuk kebutuhan logistik, bahan pangan sudah sangat aman, kemudian untuk peralatan mandi dan kebutuhan sehari – hari semua sudah tersedia di Gudang logistik untuk pengungsi,” ucapnya kembali.
Selain itu, kata Pramono, peralatan untuk protokol kesehatan mengenai wabah Covid – 19 ini juga sudah memadai dan telah dilengkapi, seperti tempat untuk cuci tangan, sabun cuci tangan, sekat antar pengungsi, dan berbagai fasilitas lainnya. “Hanya saja yang paling mendesak, adalah masker medis, agar setiap pengungsi disini bisa ganti masker secara rutin. Karena kalau pake masker kain, pengungsi lansia akan kesulitan untuk ganti tiap tiga jam dan mencucinya kembali,” ujarnya kembali.
Sejak ditetapkannya status Siaga Level 3 untuk Gunung Merapi yang mengalami erupsi pada 5 November 2020 lalu, warga yang tinggal di beberapa desa di sekitar Kawasan Gunung Merapi telah di himbau untuk melakukan pengungsian. Tetapi, tetap saja seluruh pengungsi harus melakukan protokol yang sesuai mengingat wabah di tanah air masih saja terjadi. Per Sabtu, 7 November, jumlah pengungsi di Kabupaten Magelang, seperti yang telah kami lansir langsung dari sumber Antara, jumlah pengungsi sudah mencapai 635 orang di tujuh titik pengungsian tersebut.
Hal itu telah disampaikan oleh Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD di Kabupaten Magelang, yakni Edy Susanto. Selain itu, puluhan warga yang berada di lereng Gunung Merapi dan masuk kedalam kategori rentan, termasuk balita yang telah dievakuasi ke tempat penampungan sementara atau TPPS di Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, pada Senin, 9 November 2020 kemarin.
Mendapatkan Himbauan Dari Sultan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni Sri Sultan Hamengkubuwono X, pada kemarin hari, Rabu, 11 November 2020, telah mengingatkan agar menerapkan protokol kesehatan sebagai upaya akan kasus positif Corona yang masih melonjak tinggi untuk seluruh pengungsi erupsi Gunung Merapi di barak pengungsian Glagaharjo, Kapanewon Cangkringan, Sleman, DIY. “Disamping harus mengantisipasi Merapi, tetapi juga jaga pencegahan akan penularan Covid – 19. Protokol kesehatannya pun harus dipenuhi dan maksimal,” Kata Gubernur Yogyakarta, Sri Sultan yang memimpin Apel Kesiapsiagaan Bencana di Mako Brimob Polda DIY, Baciro, Yogyakarta, seperti yang dilansir langsung dari sumber Antara.
Ia juga mengatakan bahwa Pemkab Sleman sudah memfasilitasi protokol kesehatan, sarana, serta prasarana untuk seluruh pengungsi di Glagaharjo, Cangkringan. “Untuk para pengungsi sudah ditangani langsung oleh Sleman,” katanya. Sultan pun telah mengaku bahwa dirinya telah meminta Pemkab Sleman agar tetap memastikan kesehatan untuk seluruh pengungsi, terutama yang masih masuk kategori kelompok orang yang rentan, seperti manula, balita, serta untuk ibu hamil. Menurut Sultan, hal tersebut adalah sebuah pencegahan penyebaran Covid – 19 di tengah – tengah pengungsian.
“Kesehatan harus benar – benar diperhatikan, diperiksa betul – betul, supaya seluruh pengungsi dalam keadaan yang sehat. Ini telah menyangkut protokol kesehatan, karena wabah Covid – 19 masih menjadi pertimbangan yang ketat. Jangan sampai timbul sebuah masalah baru di pengungsian,” kata Sultan. Bukan hanya itu saja, ia pun telah menekankan bahwa setiap lokasi pengungsian harus disediakan sebuah satu ruang khusus untuk karantina. Sehingga, apabila terdapat pengungsi yang terkena virus Covid – 19, bisa langsung diisolasi dan tidak akan menyebar dengan cepat ke pengungsi lainnya.
Mencegah Covid Ketika Sedang Mengungsi
Sebelumnya, pada Oktober 2020 lalu, Prof Wiku Adisasmito, selaku Juru Bicara Satgas Penanganan Covid – 19, pernah memberikan sebuah tips dan sebuah upaya mitigasi bencana untuk menekan penularan wabah Corona di lokasi pengungsian. “Karena harus disesuaikan dengan bencana non alam, yakni pandemi Corona yang telah mewabah tanah air.
Kontingensi plan adalah sebuah mitigasi risiko yang harus disiapkan dengan sangat matang untuk meminimalisir kerugian bahkan korban jiwa pun pada sektor terdampak termasuk memastikan suatu lokasi pengungsian yang digunakan, dan akan meminimalisir penularan wabah Corona ini,” kata Wiku yang dilansir langsung dari laman resmi Satgas Penanganan Corona. Jika dilihat secara langsung, nasib pengungsi Gunung Merapi berjalan dengan baik dan jauh dari kata kekurangan.