Berbagai organisasi Gerakan rakyat di Indonesia telah bergabung dan bekerja sama dalam Gerakan Buruh Rakyat atau Gebrak serta beragam aliansi yang telah terkumpul di titik daerah Indonesia untuk melakukan aksi mogok nasional pada tanggal 6, 7, 8 Oktober 2020 terkait penolakan terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Puncak dari Gerakan buruh mogok nasional untuk unjuk rasa, di tanggal 8 Oktober 2020 yang akan digelar sebuah aksi besar-besaran di depan Gedung DPR RI dan beberapa pemerintahan daerah di masing-masing kota nya.
Tentu saja seruan aksi ini telah dipicu oleh kesepakatan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR dan pemerintahan yang telah mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi sebuah Undang-Undang sah Indonesia melalui rapat paripurna yang akan dijalankan pada 8 Oktober 2020 mendatang. “Pada 6, 7, 8 Oktober 2020 ini, terdapat gerakan buruh dan seluruh aliansi di Indonesia serta jaringan di wilayah RI untuk menyerukan aksi nasional pemogokan rakyat umum indonesia,” kata Perwakilan Gerakan Buruh yang juga selaku Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, dalam konferensi pers virtual yang dijalankan, Minggu 4 Oktober 2020 lalu.
Aksi nasional yang akan dilakukan ini akan mengusung satu tuntutan saja, yakni meminta untuk Dewan Perwakilan Rakyat serta pemerintahan untuk membatalkan Omnibus Law terkait RUU Cipta Kerja. Sidang paripurna yang akan dilangsungkan oleh seluruh anggota DPR diminta agar tidak mengesahkan dan menjadikan RUU Cipta Kerja Indonesia.
Sejak awalnya muasal Omnibus Law yang dicetuskan secara langsung oleh pemerintahan, Gerakan buruh serta aliansi-aliansi daerah Indonesia pun telah menyatakan sebuah sikap untuk menolak total. Namun, sayangnya penolakan dan ungkapan kecewa masyarakat tidak didengar kan sama sekali oleh perwakilan rakyat dan lebih mementingkan serta berambisi untuk mengesahkan adanya Omnibus Law di tanah air. Omnibus Law RUU Cipta Kerja telah dinilai tidak hanya merugikan kaum buruh saja, tetapi kaum tani, masyarakat adat, pemuda, pelajar, mahasiswa, kota miskin, nelayan, serta mayoritas rakyat kecil dianggap akan merasakan dampak buruk dari hadirnya Omnibus Law ini.
Keberadaan terhadap Omnibus Law dinilai akan memperburuk dan memberikan kondisi kerja yang tidak stabil di Indonesia, upah yang murah, memudahkan untuk melakukan PHK, dan merusak lingkungan secara keseluruhan. Menurut Gerakan buruh, sangat keliru jika pemerintahan Indonesia membuat dan mengesahkan Omnibus Law untuk menarik sebuah investasi serta menciptakan adanya lapangan kerja. Karena, pendewaan pada sebuah investasi tidak hanya serta merta mendorong penciptaan lapangan untuk pekerjaan. Justru dengan hadirnya Omnibus Law tersebut, adanya kemudahan dalam perizinan dan pengadaan luas tanah akan berdampak sangat buruk pada meningkatkannya perampasan tanah dan konflik agraria di Indonesia.
“Rakyat sama sekali tidak membutuhkan Omnibus Law,” Ujar Perwakilan Gerakan Buruh yang juga selaku Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos. Alih-alih menginginkan pengesahan pada Omnibus Law, Gerakan buruh, beserta aliansi-aliansi daerah Indonesia telah meminta pemerintah dan DPR untuk menghentikan adanya PHK secara keseluruhan serta perampasan hak-hak buruh massa selama terjadinya pandemi wabah Covid-19 ini. Lalu, menghentikan perampasan serta penggusuran tanah milik rakyat dan menjalankan adanya reforma agraria sejati, juga menghentikan dan memberhentikan kriminalisasi aktivis dan pembungkaman dalam demokrasi.
Gerakan buruh atau Gebrak pun meminta sebuah Undang-Undang Minerba Indonesia untuk dicabut, serta menuntut langsung pengesahan RUU yang menjamin adanya hak-hak dasar rakyat terutama untuk kelompok rentan serta termarjinalkan seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Masyarakat Adat, dan RUU Pekerja Rumah Tangga. “Memaksimalkan sumber daya terhadap DPR RI, dengan fokusnya menjalankan sebuah fungsi dalam pengawasan dan penganggaran mengenai penanganan pandemi Covid-19 dan penanganan dampak yang krisis secara nasional dan sistematis,” kata Nining.
Aksi mogok dan unjuk rasa yang dilakukan oleh Gerakan buruh ini terdapat di beberapa titik perkotaan Indonesia, seperti Jakarta, Tangerang, Banten, Bogor, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Cimahi, Sumedang, Bandung Raya, Garut, Tasikmalaya, Indramayu, dan Cirebon. Selain itu, terdapat pula Semarang, Yogyakarta, Solo, Blora, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Kaltim, Makassar, Lampung, Sumsel, Riau, Jambi, Sumatera Utara, Batam, Nusa Tenggara Timur, dan masih banyak lagi. Kaum buruh yang akan menjalani sebuah aksi nasional ini telah berasal dari sektor industri manufaktur, buruh pelabuhan, perkebunan, BUMN / BUMD, dan sebagainya.
Namun, bukan hanya kaum buruh saja yang akan melakukan unjuk rasa ke Gedung DPR, Senayan, Jakarta. Ternyata, kaum petani, mahasiswa Indonesia, pemuda, pelajar, Gerakan perempuan Indonesia, dosen, miskin kota, para pedagang, praktisi hukum, serta pegiat HAM, dan hak-hak masyarakat sipil di Indonesia yang akan bergabung dalam aksi unjuk rasa ini. Gerakan buruh mogok nasional rupanya telah berterimakasih yang sangat mendalam bahwa banyak sekali Gerakan lainnya yang ikut menyuarakan atas ketidaksetujuan dalam pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.