Reklamasi Teluk Jakarta sekarang ini telah berhasil untuk memasuki babak baru untuk yang kesekian kalinya setelah Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali (PK) Gubernur DKI Anies Baswedan terkait izin adanya pembangunan reklamasi Pulau G. “Amar putusan tolak PK,” tulis MA di situs resmi, hari Kamis (10/12/2020) saat pekan lalu. Putusan tersebut diketok pada tanggal 26 November 2020 dengan panitera pengganti Retno Nawangsih, hakim 2 Hary Djatmiko, hakim 1 Yodi Martono Wahyunadi, serta hakim 3 Supandi.
Dengan keputusan tersebut Pemprov DKI perlu untuk mematuhi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta bernomor perkara 4/P/FP/2020/PTUN yang sebelumnya telah dikeluarkan pada tanggal 30 April lalu menerbitkan perpanjangan izin reklamasi di pulau tersebut, yang dimohonkan PT Muara Wisesa Samudra selaku sebagai salah satu pengembang, juga berstatus anak usaha PT Agung Podomoro Land. Ketika masih berstatus sebagai calon gubernur tiga tahun yang lalu, Anies berjanji ia pun akan menghentikan reklamasi.
Hal tersebut juga alam ia realisasikan melalui Keputusan Gubernur Nomor 1409 Tahun 2018 yang memberikan pernyataan bahwasanya pada 13 pulau reklamasi terdiri dari Pulau A, B, E, F, H, I, J, K, L, M, O, P, dan Q akan dicabut izinnya. Pada pulau G dan beberapa pulau lain tidak termasuk sebab pulau ini sudah terlanjur dibangun. Akan tetapi hingga saat inipun Anies memberikan penjelasan bahwasanya pada pulau-pulau tersebut “akan diatur untuk kepentingan masyarakat.”
Ia pun menunjuk BUMD DKI Jakarta PT Jakarta Propertindo (Jakpro) untuk mengelola pulau tersebut bersama dengan Pulau C serta pulau D melalui Pergub 120/2018 yang sebelumnya telah diterbitkan pada bulan November 2018 yang lalu. Sementara lewat Pergub 1744 dia mengganti nama Pulau G dengan nama Pantai Bersama. Pada tanggal 27 November 2019 yang lalu, PT Muara Wisesa Samudra meminta kepada Anies Baswedan secara resmi perpanjangan izin untuk reklamasi Pulau G lewat surat nomor 001/MWS/XI/19.
Mereka sendiri telah memperoleh izin pembangunan reklamasi berdasarkan Pergub 2238/2014 (PDF) yang sebelumnya telah diterbitkan oleh pihak gubernur sebelum Anies, yakni Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok. Akan tetapi hingga saat ini pun izin tersebut juga tidak keluar alhasil mereka pun nantinya akan memutuskan menggugat pada 16 Maret 2020. Perkara tersebut sudah terdaftar dalam peraturan nomor 4/P/FP/2020/PTUN. Majelis hakim PTUN mengabulkan adanya gugatan tersebut dan Pemprov DKI pun merasa keberatan.
Oleh sebab itulah mereka pun akan mengajukan PK tetapi pada akhirnya tetap ditolak. Dengan kata lain, janji manis Anies terkait reklamasi terpentok oleh adanya vonis yang dilakukan oleh MA. Wakil Gubernur DKI Jakarta Riza Patria memberikan pernyataan bahwasanya apabila memang masih mungkin banding, pastinya pihak Pemprov DKI akan menempuh jalur tersebut. “Namun di sisi lain jika sudah selesai kasasi, PK, ya kami perlu untuk sesuaikan dengan prinsipnya. Perlu untuk patuh dan taat pada ketentuan hukum,” ucap politikus Partai Gerindra tersebut pada sebuah Gedung DPRD DKI, Jakarta, Senin (14/12/2020) yang lalu.
Beberapa anggota legislatif juga mendesak hal yang sama. Anggota DPRD DKI dari Fraksi PAN Farazandi Fidinansyah menjelaskan bahwasanya ia pun “akan menjadi pertanyaan dan polemik baru kalau ketetapan hukum itu tidak dijalankan.” Sementara anggota dari Fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak menyebutkan bahwasanya “ada baiknya Gubernur memberi kepastian dengan adanya sikap demi ketenangan wilayah DKI,” dan segera untuk menjalankan putusan MA.
Dia juga menjelaskan melalui sebuah kasus ini semestinya Anies “mengambil pelajaran… kenapa bisa kalah dalam kasus ini.” “Kemudian juga ia pun harusnya lebih melihat lagi bagaimana kasus reklamasi Ancol. Itu pun perlu untuk dilakukan dalam evaluasi oleh Mendagri,” kata dia yang kami lansir dari Tirto.id, hari Jumat (11/12/2020). Melalui Kepgub 237/2020, Anies memberikan izin untuk perluasan kawasan rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) seluas lebih kurang 35 hektar dan juga pada Taman Impian Jaya Ancol kurang lebih seluas 120 hektar.
Anies menyebutkan bahwasanya dalam proyek ini memang lebih beda dengan adanya proyek pembangunan reklamasi yang ia tentang. Proyek ini pun juga menurutnya pada bulan Juli yang lalu merupakan “kegiatan untuk melindungi warga Jakarta dari bencana banjir.” Gilbert pernah memberikan pernyataan bahwasanya dalam proyek ini cacat hukum. Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati meminta kepada Pemprov DKI untuk bisa menempuh jalur hukum selanjutnya, yakni pada PK kedua.
“Proyek reklamasi ini jangan dianggap sebagai suatu hal yang telah terlanjur diberikan izinnya. Ada persoalan sosial, keadilan ekologis, serta bagaimana keberlanjutan lingkungan hidup yang wajib menjadi patokan untuk jangka panjangnya,” serunya yang kami kutip dari situs Tirto.id, hari Selasa (15/12/2020). Apabila hingga saat ini masih belum menemukan cara lain, Anies perlu untuk datang ke kampung kampung nelayan yang terdampak reklamasi. “Gubernur DKI harus bertanya lebih lanjut lagi apa yang nantinya perlu untuk dia lakukan sehingga bisa membatalkan proyek reklamasi demi mendorong kehidupan dari nelayan yang ada di Jakarta supaya jauh lebih baik,” imbuhnya.